Kamis, 06 Januari 2011

BAB X

FUNGSI AGAMA

Untuk mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu sistem sosial, kebudayaan, dan kepribadian. Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan, sejauh fungsi lembaga agama dalam memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan sebagai suatu sistem, dan sejauh manakah agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan itu timbul sebab, sejak dulu sampai saat ini, agama itu masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.

Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, Karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.

Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.

Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur. Membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, berkerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang tidak senonoh dan mengacau, tidaklah berdansa, tidak minum minuman keras, dan tidak berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.

sumber : buku paket MKDU ISD Gunadarma

PELEMBAGAAN AGAMA

Agama begitu universal, permanen (langgeng), dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama adalah, apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama.
Dimensi ini mengindentifikasi pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan didalam kehidupan sehari-hari. Terkandung makna ajaran “:kerja” dalam pengertian teologis.
Dimensi keyakinan, praktek, pengalaman dan pengetahuan dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, namun hubungan-hubungan antara keempatnya tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.

Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan 2 tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954).

a. Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-Nilai Sakral

Masyakarat tipe ini kecil, terisolasi dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain.


b. Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang.

Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekular itu sedikit banyaknya masih dapat dibedakan. Fase-fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan terhadap aktivitas sehari-hari; agama hanya memberikan dukungan terhadap sistem yang telah disahkan


Lembaga-lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.

sumber : buku paket MKDU ISD Gunadarma

Studi Kasus :

Diskriminasi Agama Menyulitkan Muslim Eropa



Uploaded with ImageShack.us

Lembaga think-tank Open Society Institute (OSI) dalam laporannya menyatakan bahwa diskriminasi berlatarbelakang agama masih menjadi kendala bagi komunitas Muslim untuk berperanserta dalam kehidupan masyarakat Eropa. Dalam beberapa tahun ini, menurut OSI, diskriminasi berlatarbelakang agama yang terjadi di Eropa bahkan semakin buruk.

Itulah kesimpulan dari hasil pemantauan OSI terhadap proses integrasi sosial komunitas Muslim di 11 kota di Eropa Barat. Dalam kesimpulannya OSI menyebutkan bahwa populasi Muslim di Eropa dipekirakan akan meningkat dua kali lipat sampai tahun 2025 atau jumlahnya akan mencapai sekitar 40 juta orang. Kemungkinan, kata OSI, jumlahnya lebih besar karena data tentang yang bisa dijadikan rujukan untuk mengetahui berapa sebenarnya populasi Muslim di Eropa sangat terbatas.

Meski jumlahnya terus bertambah, komunitas Muslim Eropa masih menemui banyak kendala dalam berintegrasi dengan masyakarat Eropa. Kendala terbesar adalah diskriminasi terhadap komunitas Muslim karena latar belakang agama mereka. Untuk itu, OSI merekomendasikan pemerintahan di Eropa untuk lebih meningkatkan upaya mengikis persoalan diskriminasi terhadap warga minoritas Muslim.

Supervisor penelitian yang dilakukan OSI, Nazia Hussein mengatakan bahwa banyak komunitas Muslim yang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat Eropa. Padahal komunitas Muslim di Eropa merasa sudah terikat dengan tempat mereka tinggal dan ingin berbaur ke tengah masyarakat Eropa yang mayoritas non-muslim

"Mayoritas Muslim yang saya ajak bicara di 11 kota yang kami teliti memiliki perasaan yang kuat dengan kota tempat mereka tinggal di Eropa. Tapi, pada saat yang sama mereka tidak yakin masyarakat setempat atau masyakarat Eropa pada umumnya, juga menganggap mereka sebagai bagian dari orang Jerman, Prancis atau Inggris," papar Nazia.

Ia mencontohkan komunitas Muslim di Kreuzberg, Jerman yang cenderung menyebut diri mereka berdasarkan negara asal mereka. "Mereka melakukan itu bukan karena menolak nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat Jerman tapi karena sikap masyarakat Jerman yang masih menganggap mereka sebagai 'orang asing'," ujar Nazia.

Kondisinya makin buruk karena beberapa kota di Eropa memberlakukan larangan mengenakan simbol-simbol keagamaan atau melarang busana yang menunjukkan identitas agama seseorang di institusi-institusi pendidikan.

Kota-kota yang diteliti OSI antara lain Amsterdam dan Rotterdam di Belanda, Antwerp di Belgia, Berlin dan Hamburg di Jerman, Kopenhagen di Denmark, Leicester dan London di Inggris, Marseille dan Paris di Prancis dan Stockholm di Swedia.

Dari penelitian itu ditemukan sejumlah fakta bahwa mayoritas Muslim di Eropa yang sudah memiliki hak suara, aktif menggunakan hak suaranya dalam pemilu lokal dan pemilu nasional. Ini menunjukkan bahwa komunitas Muslim ikut berperan dalam aktivitas politik di tempat mereka tinggal.

Fakta lainnya, setengah dari warga Muslim yang disurvei mengaku mengalami diskriminasi berlatarbelakang agama dalam kurun waktu satu tahun belakangan ini, tingkat pengangguran di kalangan komunitas Muslim tiga lebih besar dibandingkan dari kalangan non-muslim.

Selaian mengatasi persoalan diskriminasi, OSI merekomendasikan pemerintahan kota di Eropa untuk membuat pemukiman-pemukiman yang dihuni oleh komunitas dari berbagai latar belakang agama dan ras. Karena dari hasil survei OSI, komunitas Muslim menyatakan mereka sebenarnya lebih senang tinggal dan berbaur di pemukiman yang dihuni oleh warga yang berasal dari berbagai latarbelakang, dibandingkan tinggal di pemukiman yang penghuninya terbatas dari kalangan komunitas Muslim saja.

sumber : http://www.eramuslim.com/berita/dunia/diskriminasi-agama-menyulitkan-muslim-eropa-untuk-berbaur.htm

Opini & Saran :

hal tersebut sangatlah mengganggu kita yang ingin mendekatkan diri kepada Tuhan. Janganlah ada diskriminasi sesama orang yang beragama, seharusnya kita harus menghormati orang yang sedang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Saran saya, bertemanlah dengan orang lain tanpa melihat dia beragama apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar