Rabu, 20 Oktober 2010

TUGAS ISD III

MAKNA KELUARGA

Manusia itu makhluk sosial yang berarti manusia tidak dapat hidup sendiri. Untuk itu manusia harus memiliki keluarga untuk mengisi kekosongan itu. Keluarga merupakan tempat manusia untuk pembentukkan kepribadian. Jadi keluarga itu media awal dari proses sosialisasi. Pada proses awal ini dimulai dengan proses belajar menyesuaikan diri dan mengikuti setiap apa yang diajarkan orang-orang terdekat sekitar lingkungan keluarganya, seperti belajar makan, berbicara, berjalan, hingga belajar bertindak dan berperilaku. Melalui lingkungan keluarga lah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup sehari-hari.
Dalam keluarga seorang anak memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik melalui penanaman disiplin. Sehingga membentuk keperibadian yang baik bagi si anak, oleh karena itu orang tua sangat berperan untuk pembentukkan keperibadian anak dalam pergaulannya di luar sana untuk menentukan perbuatan yang baik untuk di contoh dan perbuatan yang tidak baik untuk di contoh

studi kasus :

Banyak orang yang meremehkan profesi ibu rumah tangga, termasuk dalam urusan stres. Dianggapnya, ibu rumah tangga yang sehari-hari lebih banyak di rumah tidak mungkin mengalami stres. Pendapat ini tentu saja tidak benar.

Justru mengelola rumah tangga sepenuhnya membutuhkan kemampuan dan daya tahan yang luar biasa kuat. Sebagai ibu rumah tangga, perempuan dituntut bangun paling pagi dan tidur paling akhir untuk memastikan semua berjalan semestinya.

Banyak perempuan yang stres karena ketidaksiapannya menghadapi kehidupan rumah tangga seperti itu sendirian. Kenyataannya, permasalahan rumah tangga sangat kompleks. Tanpa kesiapan mental dan kematangan jiwa untuk menghadapinya, perempuan yang dihadapkan pada tugas-tugas kerumahtanggaan pastilah sangat rentan terhadap stres.

Untuk mengelola stres sebagai ibu rumah tangga, beberapa hal berikut bisa dilakukan:

* Bersikap realistis terhadap harapan dan kenyataan. Jangan memaksakan diri untuk mencapai sesuatu yang ideal, seperti rumah selalu rapi dan bersih tanpa cela. Kekurangan di sana-sini merupakan hal wajar dan amat manusiawi.

* Proses adaptasi dengan suami, anak, dan lingkungan harus terus-menerus dilakukan karena perubahan pasti terjadi setiap hari.

* Selesaikan masalah yang dihadapi. Jangan pernah menunda atau membiarkannya bertumpuk dan berharap segalanya akan berlalu dengan berjalannya waktu.

* Di sela-sela kesibukan sebagai ibu rumah tangga, lakukan kegiatan-kegiatan positif seperti olahraga atau melakukan hobi yang bermanfaat. Usahakan bersikap relaks dan berpikir positif setiap waktu.

Opini & Saran :

menurut saya, keluarga adalah harta berharga yang kita miliki. Bila salah satu dari keluarga kita menghilang kita pasti bersedih dan merasa kehilangan. Jadi kita harus saling menyayangi keluarga kita yang meliputi ayah, ibu, kakak dan adik. Kita jangan membuat mereka menjadi kesal atau jengkel terhadap perbuatan kita. Dan pekerjaan yang terberat dalam rumah tangga yaitu ibu rumah tangga yang kerjanya mengurus semua orang yang ada dirumah mulai dari memberi makan, bersih-bersih dan menyiapkan kebutuhan kita. Janganlah membuat ibu kita sedih karena dialah yang melahirkan kita dengan kesakitan yang luar biasa hingga kita dapat hadir di dunia dengan selamat dan sehat. Jadi sayangilah ibu kalian.

sumber : http://fly251287.wordpress.com/2008/08/16/375/


MAKNA MASYARAKAT


Masyarakat merupakan kesatuan dari orang-orang yang tinggal pada suatu wilayah dan saling berinteraksi. Pengertian masyarakat itu mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan kebersamaan. Masyarakat sering disebut juga sistem sosial.
Ciri-ciri pada masyarakat pada umumnya :
a) Manusia yang hidup bersama
b) Bergaul dalam waktu yang cukup lama
c) Sadar merupakan satu kesatuan
d) Suatu sistem kehidupan bersama
Unsur-unsur agar terbentuk masyarakat yaitu :
a) Terdapat sekumpulan orang
b) Berdiam di suatu wilayah dalam waktu yang relatif lama
c) Menghasilkan sistem nilai

studi kasus :

Bentrok Demonstran-Polisi di Paripurna DPR soal Bank Century

Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengenai kasus Bank Century menindaklanjuti rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) yang telah dibentuk dimulai hari ini. Tanpa dinyana siapa pun, ternyata sidang tersebut menjadi ricuh dan akhirnya ditutup dalam kondisi kacau. Ketua DPR-RI Marzuki Alie dari Partai Demokrat meninggalkan ruangan tergesa-gesa setelah didahului insiden matinya microphone di ruangan sidang.

Sementara di luar pagar gedung parlemen, rombongan parlemen jalanan alias demonstran bentrok dengan polisi yang menjaga keamanan. Didahului dengan semprotan water cannon dari rantis Brimob Polri, demonstran membalasnya dengan lemparan batu. Polisi kemudian merangsek maju dalam upaya membubarkan demonstrasi. Upaya ini mendapat perlawanan demonstran sehingga terjadi saling lempar batu ditambah tembakan peluru karet dan gas air mata dari polisi. Beberapa orang terluka, termasuk seorang fotografer Indo Pos yang terluka area matanya -yang kebetulan adalah sepupu saya (ndang mari yo Fer)- akibat terkena peluru karet atau lemparan batu. Sejumlah demonstran juga sempat diamankan oleh aparat intel berpakaian preman, namun kemudian ada yang berhasil dibebaskan teman-temannya.

Bentrokan antara polisi dan demonstran ini, apalagi ditambah dengan pembubaran sidang paripurna DPR dalam kondisi ricuh, tentu mencoreng muka kita semua. Walau tentu beban lebih berat ada di pundak pemerintahan SBY alias Kabinet Indonesia Bersatu II. Apalagi, rekomendasi Pansus mengarah pada sejumlah nama pejabat teras yang duduk dalam pemerintahannya. Upaya apa pun yang mencoba untuk ‘melunakkan’ hasil Pansus apalagi sidang Paripurna DPR-RI akan menurunkan citra dan legitimasi pemerintahannya. Walau begitu, pernyataan SBY yang menyatakan dirinya bertanggung-jawab atas tindakan anak buahnya dalam kasus Bank Century ini patut dipuji. Hal tersebut menunjukkan watak ksatria beliau dan penerapan prinsip “dalam pasukan, tidak ada prajurit yang salah menjalankan perintah, hanya ada komandan yang salah memberikan perintah.” Semoga semua orang terutama anggota parlemen dan parlemen jalanan beserta aparat keamanan semuanya mengedepankan perdamaian dalam menjaga bangsa ini.

Opini & Saran :

Ini merupakan salah satu apresiasi masyarakat untuk mengungkapkan opininya ke pemerintah. Tetapi bila ini dilakukan dengan cara kekerasan atau anarki ini akan merugikan karena seseorang bisa terluka dan barang-barang sekitar bisa rusak akibat aksi anarki. saran saya, janganlah anarki dalam mengungkapkan pendapat di depan orang banyak apakah kalian tidak malu bila negara kita di cap jelek oleh negara lain makanya janganlah anarki.

sumber : http://lifeschool.wordpress.com/2010/03/02/bentrok-demonstran-polisi-di-paripurna-dpr-soal-bank-century/

HUBUNGAN ANTARA INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT


Hubungan antara individu, keluarga dan masyarakat itu saling berkaitan. Bila sebuah keluarga tidak ada individu seperti ( ayah, ibu dan anak) belum bisa dikatakan sebuah keluarga dan bila masyarakat tidak mempunyai individu dan keluarga di dalam kesatuannya, masyarakat tidak akan berjalan karena tidak mempunyai sistem di dalamnya. Hubungan antara individu, keluarga dan masyarakat itu di sebut dengan interaksi sosial, interaksi sosial adalah proses saling mempengaruhi dalam hubungan timbal balik antara individu dengan individu-individu lainnya. Tanpa interaksi sosial individu, keluarga dan masyarakat akan hidup sendiri-sendiri dan tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya

studi kasus :

Konflik antaretnik dapat dikatakan sebagai suatu bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok yang berbeda etnik, karena diantara mereka memiliki perbedaan dalam sikap, kepercayaan, nilai, atau kebutuhan (Liliweri, 2005:146).

Sebuah penelitian mengenai konflik antara Suku Dayak dan Suku Madura pernah dilakukan oleh Yohanes Bahari pada tahun 2005, penelitian tersebut berjudul Resolusi Konflik berbasis Pranata Adat Pamabakng dan Pati Nyawa pada Masyarakat Dayak Kanayatn di Kalimantan Barat. Hasil penelitian tersebut salah satunya menyebutkan bahwa konflik-konflik kekerasan yang terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura disebabkan oleh faktor-faktor struktural yang dilandasi oleh faktor faktor kultural; apabila faktor-faktor struktural dan kultural ini tidak diatasi dengan tuntas dan sepanjang resoluasi konflik tidak mengedepankan resolusi yang berbasis pada budaya dan kepercayaan masyarakat maka konflik kekerasan diperkirakan akan terus berulang (2005 : vi).

Yohanes juga menyebutkan bahwa konflik kekerasan antara Suku Dayak dan Suku Madura di Kalimantan Barat selama ini memang tidak terlepas dari adanya tradisi kekerasan dalam Suku Dayak, namun sebenarnya bukan tradisi ini yang menjadi penyebab utama konflik melainkan lebih sebagai akibat dari adanya pemanfaatan oleh pihak-pihak lain yang menginginkan kekerasan terjadi di Kalimantan Barat. Selain itu, oleh mereka sendiri kekerasan tidak pernah dikaitkan dengan isu-isu keagamaan (2005:312-313).

Di sisi Suku Madura, perilaku dan tindakan orang Madura yang tinggal di Kalimantan Barat, baik yang sudah lama maupun masih baru tidak banyak berbeda dengan perilaku dan tindakan mereka di tempat asalnya di pulau Madura. Orang Madura biasanya akan merespon amarah atau kekerasan berupa tindakan resistensi yang cenderung berupa kekerasan pula (Yohanes Bahari, 2002:314). Karena itu, kecenderungan kekerasan ini pulalah yang mudah dipicu untuk menimbulkan konflik dengan suku lain.

Penelitian lainnya yang peneliti angkat sebagai referensi untuk penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Julia Magdalena Wuysang. Wuysang (2003) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Stereotip etnik, Prasangka Sosial dan Kecenderungan Berperilaku terhadap Jarak Sosial Antaretnik Melayu dan Etnik Madura di Kota Pontianak. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam interaksi antara Etnik Melayu dan Etnik Madura, salah satu pesan yang disampaikan yakni ciri, sifat, dan atribut negatif yang dilekatkan pada suatu etnik tertentu. Perasaan negatif terhadap etnik lain ini merupakan prasangka yang akan menjadi penghambat komunikasi. Padahal, perasaan negatif tersebut sebenarnya muncul dari perbedaan persepsi karena perbedaan penafsiran pesan yang dibawa komunikator dan komunikan hingga akhirnya memperbesar jarak sosial.

Wuysang juga menemukan bahwa individu dari kedua etnik itu memiliki kecenderungan berperilaku diskriminatif dalam mereaksi pesan dari etnik lain, misalnya etnik Melayu cenderung berperilaku diskriminatif terhadap etnik Madura, atau sebaliknya. Hal tersebut dilakukan dengan kecenderungan untuk tidak menerima komunikator etnik lain dengan berbagai cara.

Dalam kesimpulannya, Wuysang meyatakan bahwa stereotip etnik, prasangka sosial dan kecenderungan berperilaku diskriminatif yang ada di antara etnik akan memperbesar jarak sosial antaretnik. Sedangkan faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi jarak sosial antara kedua etnik itu adalah : faktor budaya asal, orang tua, kelompok pergaulan dan guru, kepribadian individu, tingkat pendidikan, pekerjaan, perkawinan, media massa, tempat tinggal, pemukiman dan lama tinggal, serta pola-pola interaksi intraetnik dan antaretnik. Dari penelitian tersebut, Wuysang memperoleh beberapa konsep, yakni :

1.Perbedaan karakteristik etnik merupakan hal yang alami, esensinya adalah mencari dan mengembangkan persamaan di dalam hubungan antar etnik;

2. Mengenali hambatan di dalam komunikasi antarbudaya dapat mengeliminir akibat yang ditimbulkannya.

Selain penelitian yang berkaitan dengan penyebab konflik, peneliti juga melakukan kajian pustaka terhadap kondisi setelah konflik. Salah satu yang menarik dan sangat relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Agus Sikwan pada tahun 2003. Penelitian tersebut berjudul Model Program Pemberdayaan Dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Hidup Pengungsi Etnik Madura Asal Sambas di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Empowerment Program Model to Increase The Welfare of Madurese Refugees from sambas In Pontianak, West Kalimantan). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat pengungsi Etnik Madura asal Sambas yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah setempat (aparat birokrasi) tidak melibatkan partisipasi aktif seluruh masyarakat pengungsi secara luas dalam setiap kegiatan program pemberdayaan. Padahal, pembangunan masyarakat (dalam hal ini adalah pengungsi) adalah proses yang dirancang untuk menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih maju dan sehat bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif mereka, serta berdasarkan kepercayaan yang penuh terhadap prakarsa mereka sendiri. Jadi, pemerintah membuat program tanpa meminta masukan dari pengungsi, hingga akhirnya program-program tersebut tidak relevan bagi pengungsi.

Penelitian Sikwan ini secara tersirat menunjukkan bahwa pada akhirnya pengungsi etnik Madura harus memutuskan sendiri hal-hal apa yang harus mereka lakukan baik secara sosial maupun ekonomi untuk dapat kembali kepada kehidupan yang normal. Bagi saya, hasil penelitian Sikwan ini menyiratkan bahwa dalam berkomunikasi dan menjalin kembali hubungan dengan etnik lain, khususnya Dayak dan Melayu, pengungsi Etnik Madura ternyata tidak dibimbing dan dibina oleh aparat pemerintah sebagai pelaksana program pemberdayaan. Etnik Madura bergerak atas prakarsa dan kemauan mereka sendiri, karena program-program yang dilakukan pemerintah tidak mencakup bagaimana mereka dapat kembali bersosialisasi dengan etnik lain.

Penelitian-penelitian berkaitan dengan konflik antaretnik Dayak dan Etnik Madura yang saya paparkan di atas belum ada yang menyentuh mengenai upaya pengelolaan kesan yang dilakukan kedua etnik dalam rangka menjalin kembali komunikasi di antara mereka. Oleh Karena itu, penelitian mengenai pengelolaan kesan tersebut perlu dilakukan. Selain untuk memperkaya khasanah penelitian mengenai komunikasi yang berkaitan dengan konflik antaretnik, penelitian mengenai pengelolaan kesan ini juga akan membantu lembaga-lembaga yang bertugas memperbaiki kondisi pascakonflik untuk mengambil langkah-langkah terbaik.

opini & saran :

menurut saya, ini merupakan salah satu contoh dimana 2 suku atau 2 etnik yang salah berinteraksi sehingga terjadi konflik yang tidak bisa terselesaikan sampai sekarang. Saran saya, jangan lah mencari perkara dalam berinteraksi dengan sesama tetapi carilah persahabatan hingga munculnya kedamaian antar sesama.

sumber : http://irafirmansyah.wordpress.com/2008/11/25/berbagai-penelitian-tentang-konflik-dayak-madura/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar