HAKIKAT DAN SIFAT MASYARAKAT PEDESAAN
Seperti yang dkemukakan oleh para ahli atau sumber bahwa masyarakat indonesia lebih dari 80 % tinggal di pedesaan dengan mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang dunia damai, harmonis yaitu masyarakat yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untuk melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala kelelahan dan kekusutan pikir tersebut pergilah mereka ke luar kota, karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Jadi Paguyuban Masyarakat itulah yang menyebabkan orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang, harmonis, rukun dan damai dengan julukan masyarakat yang adem ayem
Karen rata-rata penduduk pedesaan bekerja sebagai petani berikut merupakan sifat-sifat petani menurut Mubiyarto :
1. Petani tidak kolot, tidak bodoh atau tidak malas. Mereka sudah bekerja keras sebisa-bisanya agar tidak mati kelaparan
2. Sifat hidup penduduk desa atau para petani kecil (petani gurem) dengan rata-rata luas sawah ±0,5 ha yang serba kekurangan adalah nrimo (menyerah pada takdir) karena merasa tidak berdaya.
sumber : buku MKDU Ilmu Sosial Dasar penerbit Gunadarma
GEJALA-GEJALA MASYARAKAT PEDESAAN
Gejala-gejalanya :
a. Konflik (pertengkaran)
pertengkaran-pertengkaran yang terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan dan sebagainya.
b. Kontraversi (pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari kebiasaan masyarakat.
c. Kompetisi (Persiapan)
Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini
d. Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain.
sumber : buku MKDU Ilmu Sosial Dasar penerbit Gunadarma
studi kasus :
Cerita Duka Petani di Lereng Merapi
Gagal panen adalah pilihan yang terpaksa harus diterima petani.
Banyak kisah duka yang dialami masyarakat di sekitar lereng Merapi. Tidak hanya peternak, ratusan petani juga mengalami dampak langsung dari erupsi Merapi.
Ratusan hektar lahan perkebunan warga yang menjadi sumber penghidupan masyarakat rusak parah. Tanaman mereka rusak, gagal panen adalah pilihan yang tak dapat ditolak petani.
Edi Suryanto (71), seorang petani di dusun Plengan, Desa Banjaroyo, Kalibawang, Kulon Progo, salah satu yang mengalami langsung dampak erupsi. Hasil kebun miliknya hancur setelah terkena hujan abu dan pasir yang menyapu dalam sepekan terakhir.
Kebun milik Edi, terdiri dari tanaman cengkeh, kakao, pisang, singkong, rambutan. Semuanya tidak ada yang tersisa.
Meski jarak kebunnya 40 kilometer dari puncak Merapi, namun debu vulkanik dan pasir yang terbawa hujan dengan cepat merusak tanamannya.
"Tidak ada yang bisa diharapkan lagi, sebagai orang tani yang menjadi andalan kami hanya dari hasil tani," kata Edi.
Hasil kebun cengkeh yang akan dipanen dalam waktu dekat ini, biasanya mencapai 1 kuintal. Dan dapat menghasilkan uang sekitar Rp50 per kilogram. Dari tanaman cengkeh miliknya, Edi mengalami kerugian sekitar Rp5 juta
Saat ini, yang bisa dilakukan Edi adalah melakukan pembersihan kebun miliknya, sambil menunggu Merapi benar-benar aman.
"Dibersihkan dan yang rusak dipangkas. Semoga dapat tumbuh lagi," harapnya.
Selain itu, harapan Edi, ada bantuan sembako untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Selama kebunnya belum dapat difungsikan maka tidak ada sumber penghasilan lain bagi Edi. Hingga kini ia hanya mengandalkan sisa tabungan.
Di Magelang, para petani salak juga menjerit. Ribuan hektar kebun yang menjadi sandaran hidupnya rusak, patah-patah karena pasir dan abu Merapi. Tak ada yang bisa dipanen. Pohon salak berumur lima tahun terpaksa dipangkas. Mereka harus mencari bibit lagi, dan butuh tiga tahun agar tanaman itu bisa menghasilkan.
sumber : http://nasional.vivanews.com/news/read/188325-cerita-duka-petani-di-lereng-merapi
opini :
menurut kejadian diatas merupakan kejadian dimana alam tidak dapat bersahabat lagi dengan manusia. Walaupun ada bencana para petani tetap beraktifitas karena hidup mereka bergantung pada hasil panennya. maka itulah contoh para petani Indonesia yang selalu kerja keras demi menyambung hidup keluarga mereka masing-masing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar